trans (batas, logika, khayalan)

Kubuka korden dan jendela. Menatap mentari yang baru muncul dari balik pepohonan. Mendadak kusain bergetar hebat. Lantai juga serasa maju mundur. Mendadak ku terjatuh, limbung.

"KRAAAK !!"

Entah bunyi apa di luar. Getaran begitu hebat. Aku bangun dengan lutut goyah. Mencari pintu yang menjadi sangat jauh jaraknya. Belum sempat keluar, mendadak dunia gelap.

"Bangun, Nak. Bangun, Sayang."

Kubuka mataku perlahan. Ada oma dan ada opa mengulurkan tangan. Dengan senyum manis, memikat kerinduan. Penuh wibawa dalam setiap goresan keriputnya. Oma, opa, rasa rindu menyeruak lama tak bertemu.

"Kenapa cuma bengong? Ayo ?!"

Aku hanya terdiam. Melihat jalanan terang di ujung sana. Bunga-bunga terlihat mekar dengan indahnya. Mentari sangat hangat di ujungnya.

Kulihat sekitar. Bajuku terusan berwarna putih. Kakiku telanjang di atas kerikil.

Kulangkahkan kaki ke depan. Kerikil terasa panas. Oma dan opa berjalan lebih dulu bergandengan tangan. Kerikil terasa makin panas, aku berhenti. Oma dan opa menengok, melambaikan tangan menyuruhku cepat-cepat ke arah mereka.

Kulihat kakiku yang telanjang. Kerikil tak berwarna merah. Dan aku masih berhenti, diam.

Mendadak angin berhembus begitu cepat. Sangat dingin. Aku panik karena bajuku tak melindungiku dari hawa dingin. Rasanya ingin berjalan menyusul oma dan opa. Tapi kerikil makin panas setiap aku melangkah.

Aku berhenti, aku terdiam.

Tiba-tiba kerikil bergetar. Angin kembali menghembus, dingin. Aku limbung dan terjatuh. Kupejamkan mata. Aku panik.

"Dok... Dok.. Pasiennya bangun, Dok !!"

Kudengar sayup dari kejauhan. Kubuka mata perlahan, berat rasanya. Tubuhku pegal tapi aku tak merasakan sakit. Lalu kulihat seorang perempuan dengan seragam hijau mudanya berlalu keluar. Tak lama, perempuan tadi menghampiriku bersama dengan seorang lelaki muda berjas putih.

Rasanya lelah, tapi aku tak ingin tertidur kembali.



--Jogjakarta, 25 Maret 2011 16:48--
--[16.04] gempa lokal--